Pembelajaran Berbasis HOTS
Dalam bahasa umum
keterampilan berpikir tingkat tinggi dikenal sebagi Higher Order Thinking Skill (HOTS), keterampilan berpikir tingkat tinggi atau High Order Thinking Skill (HOTS) adalah proses berfikir kompleks dalam menguraikan
materi, membuat kesimpulan, membangun representasi, mengnalisis, dan membangun
hubungan dengan melibatkan aktivitas mental yang paling dasar. (Resnick:1987).
Menurut Bloom, keterampilan dibagi menjadi dua bagian. Bagian
pertama adalah keterampilan tingkat rendah , yaitu mengingat (Remembering),
memahami (Understanding), dan menerapkan (Applying), dan kedua adalah
keterampilan berpikir tingkat tinggi yaitu, menganalisis (Analyzing),
mengevaluasi (Evaluating), dan mencipta (Creating)
Pembelajaran yang berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat
tinggi yaitu adalah pembelajaran yang melibatkan 3 aspek yaitu; Transfer of knowledge, Critical and Creative, dan Problem Solving.
Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi sebagai Transfer Knowledge
Keterampilan berpikir tingkat tinggi sesuai dengan ranah kognitif, afektif, dan psikomotor yang menjadi satu kesatuan dalam proses belajar dan mengajar.
Keterampilan berpikir tingkat tinggi sesuai dengan ranah kognitif, afektif, dan psikomotor yang menjadi satu kesatuan dalam proses belajar dan mengajar.
Pengategorian HOTS yang
lebih modern tidak lagi hanya melibatkan satu dimensi (dimensi proses kognitif
saja), tetapi HOTS merupakan irisan antara tiga komponen dimensi proses kognitif
teratas (menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta) dan tiga komponen dimensi
pengetahuan tertinggi (konseptual, procedural, dan metakognitif). Sehingga
dalam perumusan indikator pembelajaran di luar irisan tersebut tidak dianggap
sebagai HOTS.
Sebagai contoh indikator
pemebelajaran yang memuat proses kognitif mengevaluasi (memeriksa,
mengkritisi), tetapi pada dimensi pengetahuan berada pada pada level faktual
(penggunaan lambang, symbol, notasi), bukan merupakan indikator dari HOTS. Hal
tersebut karena level faktual pada dimensi pengetahuan tidak termasuk dari
HOTS.
Keterampilan Berpikir Tingkat Tingkat Tinggi sebagai Critical and creative thinking
Keterampilan Berpikir Tingkat Tingkat Tinggi sebagai Critical and creative thinking
John Dewey mengemukakan
bahwa berpikir kriitis secara esensial sebagai sebuah proses aktif, dimana
seseorang berpikir segala hal secara mendalam, mengajukan berbagai pertanyaan,
menemukan informasi yang relevan daripada menunggu informasi secara pasif
(Fisher,2009)
Elemen dasar tahapan
keterampilan berpikir kritis, yaitu FRISCO; F (fokus), mengidentifikasi masalah
dengan baik, R (Reason) alasan-alasan yang diberikan bersifat logis, I
(Inference) jika alasan yang dikembangkan adalah tepat, maka alasan tersebut
harus cukup sampai pada kesimpulan yang sebenarnya, S (Situation) membandingkan
dengan situasi yang sebenarnya, C (Clarity) Harus ada kejelasan istilah maupun
penjelasan yang digunakan pada argumen sehingga tidak terjadi kesalahan dalam
mengambil kesimpulan, O (Overview) Pengecekan terhadap sesuatu yang telah
ditemukan, diputuskan, diperhatikan, dipelajari, dan disimpulkan.
Berpikir kreatif dapat
berupa pemikiran imajinatif, menghasilkan banyak kemungkinan solusi, berbeda,
dan bersifat lateral.
Keterampilan berpikir kritis dan kreatif berperan penting dalam mempersiapkan peserta didik agar menjadi pemecah masalah yang baik dan mampu membuat keputusan maupun kesimpulan yang matang dan mampu dipertanggungjawabkan secara akademis.
Keterampilan berpikir kritis dan kreatif berperan penting dalam mempersiapkan peserta didik agar menjadi pemecah masalah yang baik dan mampu membuat keputusan maupun kesimpulan yang matang dan mampu dipertanggungjawabkan secara akademis.
Keterampilan Berpikir
Tingkat Tinggi sebagai Problem solving
Keterampilan yang memiliki keinginan kuat untuk dapat memecahkan masalah muncul pada kehidupan sehari-hari. Peserta didik secara individu akan memiliki keterampilan pemecahan masalah yang berbeda dan dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Keterampilan yang memiliki keinginan kuat untuk dapat memecahkan masalah muncul pada kehidupan sehari-hari. Peserta didik secara individu akan memiliki keterampilan pemecahan masalah yang berbeda dan dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Menurut Mourtus,
Okamoto, dan Rhee, ada enam aspek yang dapat digunakan untuk mengukur sejauh
mana keterampilan pemecahan masalah peserta didik, yaitu:
·
Menentukan masalah,
dengan mendefinisikan masalah, menjelaskan permasalahan, menentukan kebutuhan
data dan informasi yang harus diketahui sebelum digunakan untuk mendefinisikan
masalah sehingga menjadi lebih detail, dan mempersiapkan kriteria untuk
menentukan hasil pembahasan dari masalah yang dihadapi.
·
Mengeksplorasi masalah,
dengan menentukan objek yang berhubungan dengan masalah, memeriksa masalah yang
terkait dengan asumsi dan menyatakan hipotesis yang terkait dengan masalah.
·
Merencanakan solusi
dimana peserta didik mengembangkan rencana untuk memecahkan masalah, memetakan
sub-materi yang terkait dengan masalah, memilih teori prinsip dan pendekatan
yang sesuai dengan masalah, dan menentukan informasi untuk menemukan solusi.
·
Melaksanakan rencana,
pada tahap ini peserta didik menerapkan rencana yang telah ditetapkan.
Memeriksa solusi, mengevaluasi solusi yang digunakan untuk memecahkan masalah.
Memeriksa solusi, mengevaluasi solusi yang digunakan untuk memecahkan masalah.
·
Mengevaluasi, dalam
langkah ini, solusi diperiksa, asumsi yang terkait dengan solusi dibuat,
memperkirakan hasil yang diperoleh ketika mengimplementasikan solusi dan
mengkomunikasikan solusi yang telah dibuat
Didalam proses
pembelajaran Keterampilan berpikir tingkat tinggi sebagai problem solving
diperlukan , karena pembelajaran yang dirancang dengan pendekatan pembelajaran
yang berorientasi pada keterampilan tingkat tinggi tidak dapat dipisahkan dari
kombinasi keterampilan berpikir dan keterampilan kreativitas untuk pemecahan
masalah.
Sumber: https://kapol.id/
Komentar
Posting Komentar